Minggu, 17 Oktober 2021

Dewan Pers Mendapat Dukungan Dari Para Mantan Ketua Dan Konstituen Dalam Berikan Kesaksian di Sidang MK


JAKARTA, IT - Dua tokoh pers dan mantan Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan, SH, MCL dan Yosep Adi Prasetyo bersama sejumlah ketua umum konstituen Dewan Pers siap memberikan kesaksian dalam sidang Permohonan Pengujian Judicial Review UU Pers No. 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI). 

Kesiapan Bagir Manan dan pimpinan konstituen Dewan Pers (DP) itu mengemuka dalam rapat bersama anggota DP dan organisasi pers konstituen DP, serta tokoh pers berlangsung di Hotel Mercure, BSD City, Tangerang Selatan, Sabtu, 16 Oktober 2021 secara hybrid, online dan offline. 

“Kami siap hadir di persidangan MK memberikan kesaksian untuk Dewan Pers,” kata Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari yang hadir dalam rapat tersebut.

Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus juga menyatakan siap menjadi saksi  dalam persidangan untuk menjelaskan posisi kekuatan hukum dan manfaat DP untuk masyarakat dan pers.

“Kalau diperlukan, kami siap hadir di MK RI,” kata Firdaus yang dihubungi per telepon oleh Sekretaris Jenderal SMSI M. Nasir dari ruang rapat tersebut. 

Rapat dipimpin anggota Dewan Pers M. Agung Dharmajaya, dengan dihadiri Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun, dan beberapa anggotanya antara lain Asep Setiawan, Hassanein Rais, serta Juni Soehardjo Tenaga (Ahli Komisi Hukum Dewan Pers), Frans Lakaseru dan Dyah Aryani (keduanya Kuasa Hukum Dewan Pers), dan para pimpinan konstituen DP. 

Prof. Bagir Manan dan Yosep Adi Prasetyo, dalam rapat  memberikan banyak masukan dan latar belakang berbagai sisi seputar UU Pers nomor 40/1999. “Gugatan penggugat tidak memenuhi syarat. Ini harus dijelaskan secara rinci di persidangan,” kata Bagir. 

Bagir sempat merasa terheran-heran ketika menelaah salah satu bagian materi gugatan yang menghendaki uji kompetensi wartawan yang selama ini ditangani Dewan Pers, diminta dilaksanakan oleh pihak luar yang tidak berurusan dengan pers. “Ini aneh sekali,” katanya.

Dalam menanggapi paparan tertulis tim kuasa hukum DP, anggota DP Asep Setiawan menekankan pentingnya penegasan nomenklatur nama Dewan Pers yang disebut dalam undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999. “Nomenklaturnya Dewan Pers, bukan nama Dewan Pers Indonesia yang diusung oleh penggugat,” kata Dyah Aryani. 

Harus Ditolak

Senin, 11 Oktober 2021, telah dilangsungkan Persidangan Pleno Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam perkara dengan Nomor 38/PUU-XIX/2021, perihal Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU PERS 40/1999) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). 

Adapun pasal-pasal dalam UU PERS 40/1999 yang diuji-materikan sebagai berikut:
Pasal 15 ayat (2) huruf f
Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: DP memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
Pasal 15 ayat (3)
“Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”

Permohonan Judicial Review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021. 

Adapun permohonan para Pemohon dalam Petitumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU PERS 40/1999 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sebagaimana press release Dewan Pers yang ditandatangani Ketua DP Mohammad Nuh disampaikan bahwa pada persidangan 11 Oktober 2021 tersebut, telah disampaikan dan dibacakan keterangan dari Pemeritah selaku salah satu termohon  yang diwakili oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hadir juga Dewan Pers selaku Pihak Terkait, dan para perwakilan konstituen Dewan Pers.

Terhadap Keterangan Pemerintah selaku salah satu termohon, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi, Usman Kansong, Dewan Pers menyampaikan penjelasan sebagai berikut : Pemerintah melalui Keterangan resminya pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, dengan komitmen yang kuat dan tegas, mengakui keberadaan Dewan Pers yang lahir melalui mandat dan amanat UU PERS 40/1999 hingga saat ini, yang telah melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana diamanatkan Pasal 15 UU PERS 40/1999.

Pemerintah dalam Keterangannya tegas menyampaikan bahwa para pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak- tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers.

Para Pemohon Judicial Review tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945. Dalil para pemohon dalam Permohonan Judicial Review tidak jelas (obscuur libel).

Implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f UU PERS 40/1999, berkenaan dengan peraturan-peraturan yang disusun oleh organisasi-organisasi pers diterbitkan dalam bentuk peraturan Dewan Pers. Hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan bidang pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers, sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan bahkan justru bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat.

Surat Ketua Dewan Pers yang ditujukan kepada pejabat institusi pemerintahan termasuk Menteri Kominfo dan para pimpinan perusahaan, yaitu Surat Nomor: 339/DP/K/IV/2021 perihal Penyampaian Legitimasi Dewan Pers terkait adanya Kegiatan Plagiarisme dan Penyemu (Imposter) yang dilakukan oleh pihak lain secara tidak sah terhadap Penamaan dan Fungsi Dewan Pers tertanggal 28 April 2021 mengartikan nampak nyata adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers yang hanya 1 (satu) entitas ini oleh pihak-pihak tertentu yang juga menginginkan berperan seperti Dewan Pers.

Bahwa dalam Pasal 15 ayat (1) UU PERS 40/1999 telah jelas memberikan nomenklatur “Dewan Pers” dan tidak ada nomenklatur-nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers, sehingga apabila Para Pemohon mendalilkan “organisasinya” bernama “Dewan Pers Indonesia” maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.

Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia (“organisasi” atau “forum” dimana Para Pemohon menjadi anggotanya) tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden, dan tidak ditanggapinya permohonan penetapan anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai hukum yang berlaku.

Dengan demikian Organisasi dan/atau forum yang menamakan dirinya Dewan Pers Indonesia bukanlah Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU PERS 40/1999.

Pasal 15 ayat (5) UU PERS 40/1999 yang merujuk Pasal 15 ayat (3) UU PERS 40/1999, perihal pelaksanaan pemilihan Anggota Dewan Pers oleh insan pers, sesunggguhnya normanya telah mencerminkan suatu tindakan yang demokratis pada masing-masing organisasi sesuai lingkup kewenangannya.

Dan Presiden bukanlah orang yang menentukan terpilih atau tidaknya seseorang menjadi Anggota Dewan Pers karena Anggota Dewan Pers telah dipilih oleh masing-masing organisasi yang menaungi setiap unsur dalam Pasal 15 ayat (3) UU PERS 40/1999. 

Pemerintah berpendapat Para Pemohon dalam permohonan judicial review ini ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu (vide Putusan Nomor: 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007).

Dewan Pers menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh insan pers termasuk konstituen Dewan Pers dan seluruh elemen masyarakat lainnya yang telah bersama-sama mengawal kemerdekaan pers dengan memberikan perhatian terhadap perkara permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi ini.

Dewan Pers menegaskan, tetap dan selalu berkomitmen melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat UU PERS 40/1999 dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional serta bersama-sama konstituen Dewan Pers dan masyarakat sipil lainnya menjaga dan melawan adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers dan UU PERS 40/1999 dari pihak manapun.

Dewan Pers menegaskan bahwa berbagai peraturan-peraturan pers dibuat dan disusun oleh para konstituen yang difasilitasi oleh Dewan Pers, secara keseluruhan memberikan pedoman dan standar yang diikuti oleh organisasi pers baik organisasi wartawan maupun organisasai perusahaan pers.

Dewan Pers mengimbau masyarakat insan pers dan elemen masyarakat lainnya agar tidak terpengaruh dan terprovokasi dengan adanya upaya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mediskreditkan Dewan Pers melalui segala cara dan segala saluran informasi apapun.  Karena itu diharapkan selalu menguji dan memverifikasi informasi tersebut kepada Dewan Pers dan perwakilan Konstituen Dewan Pers. 

(*) IT

Sabtu, 16 Oktober 2021

Pasca Pencabutan Ijin PT.Pulomas OLeh Gubernur Babel, Nasib Nelayan Sungailiat Kini 'Terkatung-Katung'


BANGKA, IT - Terhitung hampir sepekan ini sejumlah nelayan asal lingkungan Parit Pekir, Nelayan I dan II Sungailiat Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka dan sekitarnya mengeluhkan tak dapat melaut lantaran kondisi alur muara Air Kantung, Sungailiat kini semakin kian mendangkal pasca pencabutan Ijin usaha PT Pulomas Sentosa oleh Gubernur Bangka Belitung (Babel),(16/10/2021).

Seperti halnya diungkapkan oleh seorang nelayan asal lingkungan Parit Pekir, Sungailiat, Parman (47) kepada tim jejaring Kantor Berita Online (KBO) Babel, Jumat (15/10/2021) siang.

Bahkan tak ditampik oleh nelayan ini jika kondisi alur muara Air Kantung Sungailiat kini semakin parah lantaran kegiatan pengerukan alur muara setempat yang dikerjakan oleh PT Pulomas Sentosa dihentikan oleh Gubernur Babel, H Erzaldi Rosman dan berdampak terhadap kondisi alur muara setempat dianggap kian mendangkal sehingga sebagian besar perahu nelayan tak dapat melintasi alur muara setempat guna melaut mencari ikan.

Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 188.44/720/DLHK/2021 tentang pemberian sanksi administratif berupa pencabutan izin berusaha kepada PT Pulomas Sentosa tertanggal 3 Agustus 2021. Dan kemudian dipertegaskan dengan surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) nomor 188.4/01/LHK/DPMPTSP/2021 tertanggal 23 Agustus 2021 tentang pencabutan Keputusan Kepala DPMPTSP nomor 188.4/131/LH/DPMPTSP/2017 tentang pemberian izin lingkungan kegiatan normalisasi alur, muara dan kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara di Kabupaten Bangka oleh PT Pulomas Sentosa.

Parman pun mengaku dirinya pribadi sebagai nelayan sesungguhnya ia menilai jika pasca pencabutan ijin kegiatan PT Pulomas Sentosa oleh Gubernur Babel tersebut justru sangatlah merugikan ia dan nelayan Sungailiat lainnya.

"Intinya hari ini siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?. Lantas apa solusinya hari ini?. Nah saya sekarang tentang nasib kami para nelayan yang kesulitan mencari nafkah," ungkap Parman.

Kembali ia menegaskan dalam kasus alur muara Air Kantung Sungailiat ini sesungguhnya ia dan para nelayan Sungailiat lainnya bukanlah berniat ingin mendukung pihak perusahaan yang satu atau perusahaan yang lainnya.

"Kalau kami melihat dengan mata kami sendiri selaku nelayan bahwa Pulomas (PT Pulomas Sentosa - Red) sungguh-sungguh bekerja dan hal itu dibuktikan hari ini semua alat sudah dimasukan ke lokasi," terang Parman.

Padahal sepengetahuannya jika kondisi alur muara Air Kantung saat ini sesungguhnya sudah hampir terbuka lantaran kondisi kegiatan pengerukan alur muara setempat oleh PT Pulomas Sentosa tersebut cuma tersisa sekitar 50 meter lagi. Namun mereka tidak mengetahui mengapa Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menghentikan pekerjaan tersebut, padahal sudah hampir terbuka alur muara Air Kantung, lagi-lagi sangat disayangkan jika pengerjaan alur muara Air Kantung ini pun akhirnya dihentikan oleh Gubernur Babel.

"Mengapa tidak diteruskan saja, sepertinya ada kepentingan lagi yang mempengaruhi bapak Gubernur?" tanya Parman.

Akibat kebijakan Gubernur Babel yang mencabut ijin kegiatan PT Pulomas Sentosa untuk mengerjakan pengerukan guna pendalaman alur muara Air Kantung tersebut hingga Parman pun akhirnya terang-terangan mengaku dirinya merasa sangat kecewa dan berjanji ia tak akan memberikan hak suara atau memilih H Erzaldi Rosman dalam pencalonan Gubenur Babel pada priode berikutnya.

"Sebab kami menilai pak Gubernur Babel (H Erzaldi Rosman terkesan tidak memiliki kebijakan yang memihak atau pro terhadap nelayan namun semestinya beliau harus berpikir terlebih dahulu bagaimana imbas dari SK yang dikeluarkannya itu. Lantas nasib kami ini bagaimana?," sesal nelayan ini.

Tak cuma itu akibat kebijakan Gubernur Babel menghentikan aktifitas PT Pulomas Sentosa dalam pengerukan alur muara Air Kantung ini pun diakuinya berdampak buruk pula terhadap pendapatanya dalam menafkahi keluarga.

Pernyataan serupa pula diungkapkan oleh nelayan lainnya asal lingkungan Kampung Baru, Sungailiat Bangka, Rusman (42) saat ditemui tim jejaring KBO Babel, Jumat (15/10/2021) siang di lokasi muara Air Kantung, Sungailiat.Bahkan ia sendiri saat ini mengaku merasa bingung dan kecewa lantaran kondisi alur muara Air Kantung, Sungailiat berdampak dirinya merasa kesulitan pula mencari nafkah demi menghidupi keluarganya.Namun Rusman pun sesungguhnya berharap agar kondisi alur muara Air Kantung Sungailiat tersebut segera dapat dikerjakan kembali agar ia dan nelayan lainnya dapat dengan mudah melaut guna mencari nafkah.

"Jadi kita ini (Nelayan - Red) siapa pun pihak yang mau masuk (Perusahaan lain - Red) guna mengerjakan pendalaman alur muara ini ya terserah yang penting kami nelayan bisa melaut mencari nafkah dan perahu atau kapal-kapal kita bisa keluar masuk alur muara ini (Muara Air Kantung - Red)," harap Rusman yang mengaku berprofesi sebagai nelayan selama 20 tahun.

Acun : 'Pekerjaan Itu Tak Semudah Membalikan Telapak Tangan'


Sementara itu Humas PT Pulomas Sentosa, Yanto alias Acun tak menampik jika pihaknya belum lama ini telah menghentikan kegiatan pengerukan alur muara Air Kantung Sungailiat pasca dikeluarkannya SK Gubernur Babel Nomor : 188.44 / 720 / DLHK /2021) tentang pemberian sanksi administratif berupa pencabutan perizinan berusaha PT Pulomas Sentosa.

Namun Acun pun menegaskan jika selama hampir 11 tahun pihaknya dalam mengerjakan pekerjaan pendalaman alur muara Air Kantung Sungailiat telah dilaksanakan secara maksimal dan tak lain bertujuan membantu masyatakat nelayan Sungailiat dan sekitarnya.

Bahkan tak jarang pula diakuinya selama melaksanakan pekerjaan pengerukan alur muara setempat pihaknya pun kerap pula mengalami kendala baik dikarenakan disebabkan sejumlah faktor lainnya, antara lain yakni faktor alam maupun sarana dan prasarana lainnya.

"Jadi pekerjaan itu tidak semudah membalikan telapak tangan," kata Acun.

"Bahkan,"ungkap Acun,"Sejumlah hambatan seperti faktor kondisi cuaca, kondisi pasang surut air laut dan karakteristik sedimen yang ada di muara Air Kantung. Apalagi memurutnya jika maraknya kegiatan penambangan yang ada di muara Air Kantung Sungailiat dari legal maupun ilegal, sehingga sedimen yang di hasilkan penambangan pada saat cuaca ekstrim di bawa oleh gelombang ke mulut muara jadi menumpuk di mulut muara."

Lebih lanjut diterangkan Acun, "Jika kegiatan pengerukan alur muara Air Kantung Sungailiat itu sesungguhnya telah dilaksanakan oleh PT Pulomas Sentosa sejak tahun 2011 hingga 2015 oleh PT Pulomas Sentosa," terangnya.

Hanya saja menurutnya dalam melakukan pekerjaan pengerukkan itu tak lain untuk mengoptimalkan alur muara setempat agar bisa dilalui oleh perahu atau kapal para nelayan Sungailiat dan sekitarnya.

"Dikarenakan pada saat itu dari sekian banyak perusahaan yang berkegiatan di muara Air Kantung Sungailiat hanya PT Pulomas Sentosa yang mau untuk melakukan pengerukkan tersebut apalagi saat itu permintaan dari nelayan untuk dapat mengoptimalkan muara agar bisa dilalui nelayan. Sedamgkan untuk biaya operasional selama pengerukan tersebut dibiayai sendiri oleh PT Pulomas Sentosa," terang Acun.

Bahkan ditegaskanya dari awal kegiatan pengerukkan alur muara setempat sesungguhnya pihak PT Pulomas Sentosa menggunakan kapal jenis Cutter Section Drudger ( CSD) yakni CSD Gareng dan dibantu menggunakan 2 unit alat berat jenis exavator. 

(TIM) IT

Kamis, 14 Oktober 2021

Kriminalisasi Dua Petani Oleh Mafia Tanah di Kampar, Ketum SMSI : 'Kepada Polri Saya Minta Jangan Ragu Mengusut Mafia Tanah!'


JAKARTA, IT - Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) kunjungi 2 petani sawit dan pengurus Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) Riau di Bogor (07/10/2021). Usai mengunjungi petani dan pengurus koperasi tersebut, Firdaus mengatakan “petani dan pengurus koperasi tersebut masih proses masuk dalam perlindungan saksi dan Korban (LPSK), (14/10/2021).

"Dua petani sawit dan pengurus Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) dari Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar Riau tersebut memohon perlindungan dari dugaan kriminalisasi yang dilakukan mafia tanah,” kata Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, usai bertemu 2 orang petani sawit Kopsa-M, Kamis (07/10/2021) di Jakarta.

Terkait dengan dugaan kriminalisasi yang dilakukan mafia tanah tersebut, Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi yang disampaikan di Istana Bogor  Rabu (22/9/2021). 

Pada kesempatan tersebut, dengan tegas Presiden menyampaikan komitmennya dengan memerintahkan kepada jajaran Polri untuk tidak ragu-ragu dalam memberantas mafia-mafia tanah “Kepada jajaran Polri saya minta jangan ragu-ragu mengusut mafia-mafia tanah,” ujar Jokowi saat memberikan penyerahan sertifikat redistribusi tanah objek reforma agraria di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (22/9/2021).

“Oleh karenanya kami mendesak Kapolri untuk melindungi rakyat dan pengurus Kopsa-M Riau di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar Riau dari dugaan kriminalisasi yang dilakukan mafia tanah yang sedang memperjuangkan hak-haknya dari ancaman kriminalisasi”. Tandas Firdaus.

Apa yang disampaikan Firdaus ini merupakan perwujudan dari konsisten SMSI mengawal arahan dan penegasan Presiden Jokowi yang berkomitmen penuh dalam memberantas mafia tanah, sebagaimana disampaikan Jokowi akhir September lalu.
 
Sebagaimana diketahui saat ini 997 petani anggota Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) Riau sedang menuntut hak-haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak yang telah diambil oleh PTPN V sebagai bapak angkat dalam skema pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) namun meski Kebun Kelapa Sawit dinyatakan kebun gagal tetapi petani tetap dibebani hutang yang terus membesar diduga kuat dana petani dan koperasi dikorupsi oleh oknum-oknum di PTPN V. 

Buntut dari perjuangan ini, diduga dua orang petani dikriminalisasi sebagai langkah pelemahan terhadap perjuangan para petani tersebut.
 
Kasus ini sendiri bermula pada tahun 2003  dengan ditanda-tangani Perjanjian Kerjasama Pembangunan Kebun Kelapa Sawit pola KKPA untuk anggota koperasi seluas 2.000 ha antara KOPSA—M Riau  dan PTPN-V.  Antara tahun 2003 sampai 2009, PTPN-V melaksanakan pembangunan kebun KKPA. Selama pembangunan berjalan Pengurus diminta untuk menandatangani surat pengakuan hutang pada Bank Agro untuk pembangunan kebun KKPA seluas 2050 ha dengan total hutang Rp. 52 milyar.
 
Berdasarkan dokumen yang diterima oleh Ketua Umum SMSI Pusat saat Ketua Kopsa-M Riau Dr. Anthony Hamzah berkunjung ke kantor pusat SMSI (11/12/2020), diketahui Pengelolaan kebun dengan jumlah lahan tertanam seluas 2.050 Hektar tersebut dilakukan dengan pola Singel Management dimana PTPN V (persero) bertindak selaku pengelola penuh mulai dari perawatan kebun hingga pengelolaan hasil kebun. 

Namun, pengelolaan kebun tidak dilakukan secara optimal sesuai standar yang seharusnya, sehingga menurut hasil penilaian fisik kebun oleh Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar, kebun yang dimitrakan dengan PTPN V tersebut dinyatakan sebagai kebun gagal. 

Namun ironisnya per tahun 2017 para petani yang tergabung di Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) Riau ditagihkan hutang pembangunan kebun secara utuh dan bunga berbunga yang saat ini mencapai Rp. 136 Milyar.
 
“Persoalan menjadi lebih pelik manakala diketahui bahwa dari total 2.050 hektar lahan yang dikerjasamakan ternyata sekitar 750 hektar telah beralih ke pihak lain, diduga akibat telah dijual oleh oknum di PTPN V,” kata Firdaus.
 
“Saya kira sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk mengingatkan Bapak Moeldoko selaku kepala KSP, Bapak Kapolri  dan Bapak Erick Thohir selaku Menteri BUMN, untuk mengawal komitmen Bapak Presiden untuk memberantas mafia tanah dan sekalian bersih-bersih di PTPN”. Tandas Firdaus.

"Ini juga sejalan dengan penegasan Erick Thohir dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI akhir September lalu. Pada saat itu Menteri Erick Thohir mengatakan, adanya perilaku koruptif dibalik utang jumbo yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara (Persero) alias PTPN, Ini merupakan penyakit lama, yang sudah dia tahu, dan ini seperti suatu korupsi terselubung yang memang harus dibuka dan harus dituntut orang yang melakukan." Ungkapnya saat itu.

"Oleh karenanya kami mendesak Pak Menteri untuk membuka kasus-kasus korupsi terselubung di PTPN V terkait Kerjasama antara PTPN V dengan Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau,” kata Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, usai bertemu 2 orang petani sawit Kopsa-M, Kamis (07/10/2021) di Jakarta.

(*) IT

BPN Lebak : 'Tidak Ada PTSL di Desa Prabugantungan!', LSM Bentar : 'Sudah Ratusan Warga Ajukan, Sampai Sekarang Belum Jadi!'


LEBAK, IT - Kepala Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Lebak, Agus Sutrisno saat di konfirmasi Awak Media pada Rabu, (13/10/2021) di Kantornya menyampaikan bahwa tidak ada Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengap (PTLS) di Desa Prabugantungan, Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak, Banten. Pihaknya mengklaim baru mendengar nama Desa Prabugantungan dan memastikan bahwa tidak ada kegaiatan PTSL di Desa tersebut.

"Saya baru dengar ada desa Prabugantungan dan kebetulan tidak ada kegiatan PTSL di sana,"kata Kepala Kantor BPN Lebak Agus Sutrisno pada awak media, Rabu, (13/10/2021).

Ditanya kembali untuk menegaskan dan memastikan jawaban tersebut, ia mengaku dan menegaskan kembali bahwa di Desa Prabugantungan tidak ada program PTSL.

"Saya tidak bisa komentar, karena tidak ada PTSL di Desa Prabugantungan," tegasnya.

Dihubungi kembali secara terpisah, Seketaris LSM Badan Elemen Tataran Rakyat (Bentar) Didin Saripudin mengklaim dirinya dapat memastikan bahwa hasil temuannya itu adalah Program PTSL.  Ia mengaku menagntongi sejumlah bukti dan sudah melayangkan Laporan aduan (Lapdu) kasus tersebut kepada Polres Lebak.

"Yang LSM Bentar sikapi program PTSL  tahun 2017, sudah 4 tahun berjalan. Apakah Kepala BPN nya baru enggak tahu atau gimana kami juga gak ngerti ko sampai bilang tidak ada PTSL di Desa Prabugantungan, bahkan nama Desanya juga gak tahu,"tegasnya.

Akan tetapi, harus kami ungkap kembali bahwa sertifikat pemohon/ warga masih banyak yang belum jadi sertifikatnya di perkirakan ada sekitar 400 buku. 

"Sekitar 400 buku yang belum jadi sertifikatnya, padahal program ini sudah 4 tahun berjalan. Dan kami luruskan kembali, di duga besaran pungli yang dilakukan oleh oknum panitia desa itu ada yang Rp 200 ribu hingga Rp 1,5 juta per buku," paparnya.

Didin berharap Kepolisian Polres Lebak segera mengungkap kasus dugaan pungutan liar pada program PTSL tersebut. Pasalnya, bukan puluhan buku yang warga ajukan namun ratusan warga yang mengajukan untuk sertifikat.

"Bukan puluhan warga yang mengajukan, tapi sudah ratusan warga bahkan hingga sekarang belum jadi, ada apa. Untuk itu, kami minta Polres Lebak segera selidiki oknum- oknum terduga pungli di desa Prabugantungan dan proses secara hukum," tandasnya.

Sedangkan, Kapolres Lebak AKBP Teddy Rayendra melalui Kasatreskrim Polres Lebak AKP Indik Rusmono saat dikonfirmasi Awak Media (13/10/2021)  membenarkan pihaknya menerima Laporan pengaduan dari LSM Bentar soal kasus dugaan Pungli di Desa Peabugantungan, Kecamatan Cileles.

"Betul kang, kita akan dalami,"tegas Indik, Rabu, (13/10/2021).

Kronologis Awal

Sebagaimana diketahui sebelumnya telah diberitakan di media massa bahwa, Lembaga Swadaya Masyarakat  Badan Elemen Tataran Rakyat (LSM Bentar) telah mengungkapkan bahwa adanya dugaan pungutan liar (Pungli) pada Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Prabugantungan, Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak. Temuan itu, berawal adanya keluhan sejumlah masyarakat yang mengaku di pungut biaya untuk mengurusi sertifikat sebesar Rp 400 ribu hingga Rp 4 juta per buku.

Didin mengaku telah megantongi sejumlah bukti dan rekaman percakapan bersama sejumlah warga Desa Prabugantungan yang diduga kuat di pungut oleh oknum panitia PTSL di Desa Prabugantungan.

"Kami menerima keluhan dari sejumlah warga, bahwa mereka di pungut biaya oleh oknum aparatur atau panitia PTSL di Desa Prabugantungan untuk mengurusi sertifikat ada yang 400 ribu, bahkan hingga 4 Juta per buku. Tentu, ini perbuatan yang melawan hukum,"kata Sekertaris LSM Bentar Lebak Didin Saripudin pada awak media, Selasa, (12/10/2021).

Diungkapkannya, hasil investigasi kembali tim LSM Bentar di lapangan, bahwa sejumlah warga Desa Prabugantungan, Kecamatan Cileles benar mengaku di pungut biaya mulai Rp 400 ribu hingga Rp 4 juta untuk pengurusan sertifikat per buku atau per sertifikat.

Perlu diketahui, PTSL ini adalah Program Prioritas Nasional Kementrian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengap (PTLS).

Program tersebut, memang dikenakan biaya, namun, biaya tersebut tidak melebihi dari Rp 150 ribu rupiah. Sistem dari Program PTSL tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2017 Tentang PTSL, serta Intrusi Presiden No 2 Tahun 2018.

(Egr) IT

Selasa, 12 Oktober 2021

Usai Laporkan, Camat Tambun Utara Menanti Kinerja Pemkab Bekasi (Sat Pol PP dan Dinas Terkait) Atasi Bangli di Wilayahnya



KABUPATEN BEKASI, IT - Menindak lanjuti terkait penindakan terhadap bangunan liar (Bangli) yang kian marah tumbuh dan berkembang di wilayah Kecamatan Tambun Utara, serta menjadi sorotan tajam masyarakat, Aktifis, para Penggiat Lingkungan Hidup, LSM serta Media, sehingga menjadi topik menarik dalam pembahasan yang menjadi buah bibir di masyarakat Kecamatan Tambun Utara, (12/10/2021).

Terhubung dengan statement yang telah di lontarkan oleh Camat Tambun Utara Najmudin, bahwa persoalan yang menjadi momok di masyarakat tersebut adalah masuk dalam Program Prioritas Camat Tambun Utara, Najmudin sendiri dimana hal tersebut telah diutarakannya secara tegas, gamblang dan bertanggung jawab pada wawancara sebelumnya di Acara Program Vaksinasi warga (23/08/2021), Perum Griya Kota Bekasi.

Terkait akan hal itu Awak Media kembali mempertanyakan keseriusan dari Camat Tambun Utara, Najmudin terhadap persoalan maraknya bangunan liar (Bangli) yang Notabene  masuk dalam Skala Prioritas Program Unggulan dirinya, dimana hal tersebutpun dilengkapi dengan referensi yang ia dapatkan dari apa yang pernah ia lakukan disaat menjabat sebagai Lurah di Kelurahan Bahagia.

"Ya kita masalah bangli adalah masalah penyakit yang memang ada dan fakta di Tambun Utara..nah kita dua puluh enam hari yang lalu kita bersurat ke Satpol PP dan ke Dinas untuk yang di pertigaan Karang Satria, Radar itu, rencana kita akan lebarkan..nah kita berawal dari situ dulu..kalau memang persuratan kita..aspirasi kita di tanggapi, baru kita berlanjut ke tempat-tempat yang lain,"ungkap Camat Tambun Utara saat di konfirmasi Indonesia Top di Ruang Kantornya, pada (11/10/2021) Siang.

"Itu yang sementara kita lakukan tapi juga nanti di Exiting Tol itu, pintunya di SMK 1, Srijaya (Desa-Red),itukan nanti ada perluasan,..perluasan kiri-kanan untuk Exiting Tol, nah secara automaticly nanti Bangli-bangli yang ada di pinggir kali itu juga akan di bersihkan, nah itu untuk next time..setelah yang awal ini ada respon dari Pemerintah Daerah, artinya kita dalam menyikapi Bangli-bangli ini kita lakukan Step by step, secara bertahap untuk kita lakukan,"terang Najmudin.

Megenai koresponden yang dilakukan pihak Kecamatan Tambun Utara ke Satpol PP dan Dinas terkait, Najmudin mengungkapkan bahwa sudah cukup lama sejak pertemuan awal dengan Awak Media  pada 23 Agustus 2021 yang langsung ditindak lanjuti dengan melakukan koresponden pada Satpol PP dan Dinas terkait, namun sampai saat ini belum ada jawaban pasti untuk tindak lanjut yang di lakukan oleh Pemkab Bekasi melalui SKPD dan Penegak Perda (Sat Pol PP) untuk menindak lanjuti laporan dari Pihak Kecamatan Tambun Utara.

Disinggung mengenai koresponden pada pihak Pengairan (PJT II), Camat Tambun Utara, Najmudin mengatakan,"Kalau Pengairankan sebenernyakan begini.., mohon maaf ini mah..merekakan suka menyewa-nyawakan, jadi kita susah juga kalau urusan dengan mereka, karena itukan tanah dia bukan tanah kita, nanti kalau dia sudah buat SIPPLkan..kita engga bisa berbuat apa-apa, cuma kalau nanti dibersihkan dan dipakai oleh negara, Automaticly Pengairan juga engga bisa berbuat apa-apa juga, kalau nanti buat jalan," tandasnya.

Ketika di colek tanggapannya terkait adanya oknum Kepala Desa yang bermain dalam upaya pembangunan Bangli di slah satu lokasi strategis Bangli di Tambun Utara, Camat Najmudin mengatakan," No Commment!," tukisnya.

Menyangkut permasalahan tersebut Camat Tanbun Utara, Najmudin menilai telah melakukan hal yang memang harus di lakukan oleh dirinya selaku Camat di Tambun Utara dengan meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi dalam hal ini Satpol PP dan Dinas terkait agar segera melakukan langkah-langkah kongkrit sesuai dengan apa yang telah di laporkannya selaku kepanjangan Pemkab Bekasi di wilayah Utara.

Dalam keterkaitan tersebutpun Najmudin selaku Camat di Tambun Utara hanya dapat menunggu action yang dilakukan oleh Pemkab.Bekasi usai mendapatkan laporan dari dirinya, namun dirinya tetap berharap ada response cepat yang dilakukan Pemkab.Bekasi untuk merealisasikan aspirasi yang diutarakannya melalui koresponden agar dapat terrealisasi.

"Segera diresponlah..sebab yang tadi dibilang untuk Ring Road itu sangat penting, sebab juga seringkali terjadi kemacetan yang luar biasa, kalau mungkin itu di bongkar di jadikan jalan, sarana rutinitas jalan itukan mengurangi kemacetan,"pungkasnya mengakhiri wawancara dengan Indonesia Top.

(Joggie) IT

Takut Pada 'Karsono' Sang Penakluk, THM Selalu Buka, Pemerintah Dan Polisi Babel Diam Tak Berkutik

Karsono saat diperiksa kepolisian pada Desember 2020 lantaran THM karokenya, resahkan warga

BANGKA BARAT, IT – Tampaknya Pemilik Tempat Hiburan Malam (THM) yang berlokasi di Dusun Komplek Timah, Desa Puput terkesan menantang aparat penegak penegak hukum setempat, dan merasa kebal hukum,(11/10/2021).

Pasalnya, Karsono (45) pemilik tempat hiburan malam karaoke tetap membuka usaha karoke, meskipun telah beberapa kali diperingati bahkan disegel oleh Satpol PP Pemda Kabupaten Bangka Barat .

Sementara sudah sangat jelas aturan yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Bangka-Barat bahwa pada masa pandemi covid 19 ini, agar siapapun warga/masyarakat untuk  mematuhi Protokol Kesehatan (Prokes) guna memutus mata rantai Covid 19.

Namun Karsono pemilik karaoke Nakal ini masih juga membandel, dengan tetap saja membuka usaha tempat hiburan malam karokenya, bahkan tidak menerapkan Prokes Covid 19 disaat menjalankan usahanya.

Terkait akan hal ini masyarakat setempat menganggap Karsono kebal hukum artinya tidak dapat tersentuh oleh sanksi apapun terhadap dirinya, meskipun Karsono tidak mengindahkan aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten Bangka-Barat sendiri. 

Selain itu, usaha tempat hiburan malam karoke miliknya sangat menganggu ketenangan dan ketentraman serta kenyamanan masyarakat setempat saat istirahat malam, diduga hal tersebut disebabkan oleh kerasnya dentuman suara musik yang terdengar bising ditelinga tetangga/warga sekitarnya, belum lagi suara raungan motor dan mobil  terdengar keras saat pengunjung berdatangan dan di saat para pengunjung bubaran, di tengarai akibat berada dibawah pengaruh minuman keras atau alkohol. 

Camat Parittiga Madirisa S.pd, saat di konfirmasi oleh Awak Media melalui telepon selularnya mengatakan, bahwa tempat itu sudah disegel dan  tutup. 

“Tempat karaoke itu sudah pernah di demo beberapa bulan yang lalu oleh masyarakat sekitar karena menolak keberadaan tempat itu dan meminta agar tempat itu ditutup, karena tidak sesuai penempatannya, sebab dekat dengan tempat ibadah, dekat dengan sekolah, dan juga diarea pemukiman warga, dan bahkan atas keluhan dari masyarakat perumahan komplek tersebut pihak Kecamatan Parit Tiga bekerja sama dengan dengan pihak Desa Puput sudah melakukan upaya-upaya untuk menutup tempat hiburan tersebut."paparnya.

Camat Parittiga menegaskan, “Bahkan sudah kita laporkan ke instansi kabupaten Bangka barat (Satpol PP), pada waktu itu turunlah tim dari Kabupaten, Polres, Polsek, pihak Kecamatan, Satgas Desa Puput, LSM, Tokoh Agama, untuk menyegel tempat hiburan tersebut,”tegasnya.

Lanjut Madirisa, “Tetapi setelah adanya demo dan upaya penutupan atau penyegelan tempat tersebut dari Instansi terkait, pemilik karaoke tersebut bukannya menghentikan atau menutup tempat karaoke, malah justru semakin membesarkan tempat usahanya dengan menambah ruangan karaoke untuk tamu dari luar," ungkapnya.

“Sehingga masyarakat serta pihak Pemerintah Desa dan Kecamatan terkesan tidak dihargai, yang mana upaya-upaya penertiban tidak pernah digubris dan bahkan diduga kebal hukum. “tandas Camat Parittiga Madirisa S.pd.


Terpisah, Rusdi Ujang selaku BPD Desa Puput membenarkan bahwa tempat karaoke milik Karsono sudah pernah ditegur dari pihak Desa, bahkan sudah disegel bersama-sama oleh Tim Gabungan, dan dilarang untuk buka, namun Rusdi juga keheranan, karoke milik Karsono tetap buka saja setiap malam. 

“Kenapa kok Sampai sekarang masih juga buka, bahkan  penyegelan tersebut sekitar bulan Juni,tapi tetap buka dan engga ada sanksi hukumnya,“ujar Rusdi Ujang keheranan.

Lanjut Rusdi,”Padahal saya selaku BPD desa Puput menyaksikan dan mengetahui bahwa ada surat pernyataan diatas materai antara Karsono selaku pihak pemilik tempat karaoke dengan Kepala Desa Puput yang disaksikan instansi terkait lainya, “ungkapnya.

Menurut Rusdi,"Sebelumnya Pihak Pemerintahan Desa Puput dan Pemerintah Kecamatan Parittiga, telah melakukan langkah-langkah persuasif untuk karaoke Karsono yang tidak mengantongi izin tersebut, dari mulai himbauan, teguran, hingga surat pernyataan yang ditandatangani oleh pemiliknya sendiri diatas meterai, agar menghentikan kegiatan tempat hiburan malam karoke," bebernya. 

"Namun Karsono tampaknya tidak mengindahkan kesepakatan tersebut, akhirnya pihak pemerintah desa melaporkan hal tersebut  kepada Satpol PP  sebagai lembaga terkait dalam Penegakkan Perda di Kabupaten Bangka Barat ini,"tandasnya.

Diketahui, tindakan Satpol PP saat itu melakukan penyegelan dan sempat tidak beraktifitas beberapa pekan. 

"Namun sekarang buka lagi dan itu bukan rana atau kewenangan kami lagi atau pihak pemdes Puput dan Kecamatan, penindakan hukumnya sudah kewenangan Pemkab Bangka Barat,”tukis Rusdi Ujang, BPD Desa Puput.

Hal yang sama sempat dikeluhkan oleh pihak Polsek Parittiga beserta aparat desa serta petugas Covid -19, pasalnya mereka sudah berupaya memberikan peringatan dengan mendatangi ke lokasi karaoke tersebut pada malam hari Sabtu (09/10/2021) pukul 09.00 Wib, namun seolah Aparat kepolisian setingkat Polsek dinilai Karsono tidak ada artinya.
 
Melihat Polsek sudah tidak dapat berkutik pupus sudah harapan masyarakat untuk meminta kepada aparat penegak hukum (APH) Bangka Belitung dan seolah sudah tidak ada lagi tempat untuk mengadu kepada siapa? agar tempat hiburan malam  karaoke tersebut dapat ditindak dan ditutup serta pemiliknya dapat diberikan sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku .

Karsono jelas 'kebal hukum' dan tidak takut kepada APH Babel, buktinya saat berita ini dipublish tempat hiburan malam karaoke milik Karsono tetap berjalan dan aman-aman saja, meski banyak pengaduan masyarakat yang melaporkan kepada Pemerintah Kabupaten Bangka Barat (Satpol PP) selaku Penegak Perda dan Kepolisian selaku Aparat Penegak Hukum seakan semuanya tak bernyali dan terlihat mandul bagai harimau kehilangan taringnya (Macan Ompong) dalam menghadapi seorang "Karsono".

Bukan tidak mungkin disinyalir ada oknum aparat yang membekingi atau sudah menerima jatah 'Upeti' dari pemilik usaha tempat hiburan malam tersebut.

Sementara itu, Karsono saat dihubungi oleh Tim Awak Media ini melalui nomor selularnya untuk dikonfirmasi, terdengar nada informasi tidak aktif. 

(Fermana) IT

Minggu, 10 Oktober 2021

Intan Bedisa : 'Dugaan Kriminalisasi Dua Petani Sawit Perlu Diproses Berkeadilan,Tunjukan RANHAM Bukan Jargon Politik!'

                      Intan Bedisa (juru bicara Infid)

JAKARTA, IT - International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyerukan dan mendesak Pemerintah Pusat, untuk memberi perhatian dan melakukan investigasi mendalam, terkait adanya dugaan kriminalisasi kepada dua petani sawit di Kampar, Riau. Dimana mereka dijadikan tersangka akibat menjual hasil kebunnya sendiri.

"Kedua petani tersebut merupakan anggota dari Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Kami mendesak Pemerintah untuk dibentuk Tim Investigasi agar ditemukan fakta dan kebenaran di lapangan," kata Intan Bedisa juru bicara Infid kepada media, Sabtu (09/10/2021) di Jakarta.

Sebelumnya kata Intan sapaan akrabnya, dalam upaya mencari peradilan, KOPSA M telah membuat Surat Terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Termasuk juga kepada Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri BUMN, Erick Thohir, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST. Burhanuddin.

"Pelapor kedua petani tersebut adalah korporasi raksasa dengan omzet mencapai Rp 405 milyar pada 2020, yaitu PT Perkebunan Nusantara V (PTPN). Dua rakyat kecil yang sehari-hari bekerja di kebun versus Badan Usaha Milik Negara, yang pada 2020 mencatatkan laba tertinggi selama 12 tahun terakhir. Terdengar janggal? Sedih, namun begitu faktanya," ungkap Intan.

Menurutnya, kita tidak boleh menutup mata atas sejumlah konflik lahan antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan, yang beberapa di antaranya dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PTPN dan Perhutani.

Katanya, dalam surat terbuka yang diterima INFID pada 7 Oktober 2021, KOPSA M menceritakan perjuangannya saat ini untuk pengembalian lahan kebun, yang telah beralih kepemilikan kepada perusahaan-perusahaan swasta melalui proses yang diduga melawan hukum.

"Surat petani tersebut mengungkapkan bahwa, terdapat lebih dari 750 hektar kebun KOPSA M, yang telah beralih kepemilikan. KOPSA M juga menanggung beban utang sebanyak lebih kurang 150 milyar, akibat pembangunan kebun gagal yang dilakukan oleh oknum-oknum PTPN V di masa lalu, tepatnya pada tahun 2003-2006," ungkap Intan.

Intan juga mengatakan, tidak jarang konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan terjadi karena ketidakjelasan batas dan hak kepemilikan lahan. Konflik lahan ini memicu permasalahan lainnya, yaitu ketimpangan kesejahteraan.

"Masyarakat sekitar mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari di lokasi usaha perusahaan. Inilah yang kadang sering menimbulkan konflik antara petani dan perusahaan. Namun, kegiatan ini justru disikapi oleh perusahaan sebagai perbuatan melanggar hukum dan diproses melalui mekanisme pidana," jelasnya.

Selain itu kata Intan, kegiatan usaha PTPN dan Perhutani juga sangat mungkin berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar. Kasus tanah longsor di Mandalawangi, Garut, Jawa Barat yang menelan 21 korban jiwa pada 28 Januari 2003 merupakan salah satu contohnya.

"Kasus ini harus dan perlu diproses berkeadilan sejalan dengan kebijakan HAM Indonesia: Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Tahun 2021-2025," desaknya.

Katanya, pada RANHAM generasi V ini, pemerintah fokus pada perlindungan dan penghormatan HAM terhadap kelompok rentan yang meliputi perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat. Bahkan pemerintah sudah membentuk Gugus Tugas Nasional dan Gugus Tugas Daerah yang tugasnya meliputi pengawasan penegakan HAM hingga level daerah.

"Artinya, kasus dugaan kriminalisasi para petani dan konflik lahan di Kampar, Riau ini wajib dikawal ketat untuk menunjukan bahwa RANHAM bukan jargon politik semata," pintanya.

Lanjutnya, sebagai negara yang turut menyetujui implementasi The United Nations Guiding Principles (UNGPs) mengenai HAM dan Bisnis tahun 2011, Indonesia harus merujuk tiga pilar dalam UNGPs untuk menegakan HAM dalam bisnis.

Pilar pertama adalah kewajiban negara untuk melindungi. Kedua, pilar tanggung jawab korporasi menghormati HAM. Dalam aspek ini, upaya untuk membangun komitmen dan tanggung jawab korporasi sudah mulai dibangun.

Terakhir, pilar pemulihan yang efektif bagi kelompok yang terkena dampak negatif dari kegiatan usaha. Perlu diingat bahwa lemahnya akuntabilitas dan transparansi pengusutan dugaan kasus kriminalisasi petani oleh korporasi ini akan mencerminkan efektifitas penegakan HAM di Indonesia. 

"Jika kasus pelanggaran HAM masa lalu belum bisa terpecahkan, setidaknya negara jangan menambah dosa pelanggaran HAM dengan mengabaikan akuntabilitas penegakan HAM dalam bisnis sesuai dengan kaidah-kaidah UNGPs dan RANHAM," pungkas Intan yang Aktivis Perempuan ini. 

(Syafrudin/Red) IT


POSTINGAN TER-UPDATE

Gelar Sosialisasi P4GN Dan Tes Urin Para Anggota Brimob Pelopor PMJ di Mako, BNK Bekasi Berkomitmen Perangi Dan Berantas Narkotika

KABUPATEN BEKASI, IT - Dalam rangka menyambut Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2025, Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Bekasi bersama ...

Postingan Populer


NASIONAL


DAERAH