Sabtu, 24 April 2021

Kepala Satuan Angkatan Laut Dampingi Panglima TNI Laksanakan SAR KRI Nanggala-402



JAKARTA, IT - Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono, S.E., M.M., mendampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P.,  melaksanakan kegiatan Pencarian dan Pertolongan atau Search and Rescue (SAR) keberadaan Kapal Selam KRI Nanggala-402 yang hilang kontak saat latihan dalam uji coba penembakan torpedo di perairan Bali, Kamis (22/4).

Panglima TNI di atas  KRI dr. Soeharso-990 memberikan semangat kepada para prajurit yang sedang melaksanakan pencarian dan pertolongan di laut  Bali untuk tetap semangat dalam melaksanakan SAR. Panglima TNI  turut prihatian terhadap kejadian yang dialami KRI Nanggala-402 dan personel yang on board serta berjanji akan mengerahkan segala kemampuan untuk bisa menemukan keberadaan kapal KRI Nanggala-402 .

“Kita akan terus melaksanakan pencarian dan pertolongan serta  mengerahkan segenap  kemampuan untuk membawa pulang kembali saudara-saudara kita prajurit Nanggala-402 kepada mereka. Mari Kita senantiasa berdoa semoga keluarga kita prajurit KRI Nanggala dalam kondisi selamat dan segera kita temukan tabah sampai akhir”, ujar Panglima TNI.

Seperti diketahui bersama pada hari Rabu 21 April 2021 pukul  03.00 WIB KRI Nanggala-402 ijin menyelam ke Komandan Gugus Tugas Penembakan (Danguspurla II) sesuai prosedur untuk selanjutnya kapal menyelam dalam rangka  melaksanakan penembakan. Namun setelah ijin diberikan, KRI Nanggala  hilang kontak dan tidak bisa dihubungi lagi.

Selanjutnya dilaksanakan prosedur pencarian oleh unsur-unsur Satgas  yakni KRI RE Martadinata-331, KRI I Gusti Ngurah Rai-332, dan KRI Diponegoro-365  dengan menggunakan  Sonar Aktif di sekitar menyelamnya KRI Nanggala  dengan menggunakan methode cordon 2000 yards yakni pencarian dengan menyisir atau menyusuri lintasan, dimana tiap-tiap lintasan berjarak 1 mil/2000 yards, tetapi hasil nihil.

Kemudian pada pukul 07.00 WIB dilaksanakan pengamatan udara mengunakan Heli ditemukan tumpahan minyak di sekitar posisi menyelam.

Saat ini dalam rangka SAR aksi yang dilaksanakan yakni memberangkatkan KRI Rigel-933 ( Pushidrosal) dari Jakarta dan KRI Pulau  Rengat-711 (Satuan Kapal Ranjau) untuk  membantu pencarian menggunakan side scan sonar dan  mengirim 2 mobil chamber ke Banyuwangi serta mengirim distres ISMERLO (international submarine escape and rescue liaison office), dan sudah direspon oleh AL Singapura dan AL Australia.

KRI Nanggala-402 merupakan kapal selam yang dibangun pada tahun 1977 di HDW Jerman dan masuk jajaran TNI AL tahun 1981. Dalam pelayaran latihan ini kondisi material dan personel dalam keadaan siap, personel on board  53 orang terdiri  49 ABK, 1 Komandan Satuan dan 3 personel Arsenal). KRI Nanggala-402 dikomandani Letkol laut (P) Heri Octavian  yang sudah menjabat  1 tahun.

(Brt) IT

Sumber : Dispenal

Kamis, 22 April 2021

Sekelumit Kisah Tentang "KARTINI", Sosok Tokoh Pahlawan Perempuan Indonesia



Sebagai sosok tokoh pahlawan perempuan yang sangat menginspirasi, penggagas emansipasi wanita, tokoh yang akan selalu menjadi panutan bagi para perempuan sepanjang zaman. Setiap mengingat jasa Ibu Kartini, pasti akan membuat setiap perempuan Indonesia merasa bangga telah dilahirkan di dunia ini.
 
Raden Adjeng Kartini atau lebih sering dikenal dengan nama R. A. Kartini merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Ia dikenal sebagai pelopor emansipasi wanita pribumi kala itu.

Wanita yang lahir di Jepara, 21 April 1879 ini berasal dari keluarga priyayi atau bangsawan Jawa. Ia putri dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M. A. Ngasirah. Sang ibu merupakan istri pertama namun bukan yang utama.

Kala itu, sang ayah merupakan seorang Wedana (kepala wilayah administrasi kepemerintahan di antara kabupaten dan kecamatan). Ada kebijakan dari pemerintah Belanda, jika ingin menjadi bupati, maka ayah Kartini harus menikah dengan keturunan priyayi juga.

Sementara M. A. Ngasirah hanyalah orang biasa. Ibunya Kartini itu merupakan anak dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, yang merupakan guru agama di Telukawur, Jepara. Sedangkan sang ayah masih berada di garis keturunan Hamengkubuwono VI.

Karena situasi keluarga yang seperti itu, ayah Kartini pun memutuskan untuk menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan yang merupakan keturunan langsung dari Raja Madura. Kartini merupakan anak ke-5 dari 11 bersaudara yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tirinya.

Kartini kecil berbeda dengan anak-anak perempuan di kampungnya. Ia mendapatkan kesempatan sekolah bagus. Kartini menempuh pendidikan di ELS (Europese Lagere School) hingga usianya 12 tahun. Setelah itu, ia dipingit di rumah. Karena pada masa itu ada tradisi wanita Jawa harus tinggal di rumah dan dipingit.

Selama sekolah di ELS, Kartini belajar Bahasa Belanda. Karena bisa berbahasa Belanda tersebut, di rumah pun Kartini tetap belajar dan berkirim surat kepada teman-teman korespondensi dari Belanda salah satunya Rosa Abendanon dan Estelle "Stella" Zeehandelaar. Bahkan, beberapa kali tulisan Kartini dimuat dalam majalah De Hollandsche Lelie.

Dari berbagai buku, majalah, dan surat kabar Eropa, Kartini mulai tertarik dengan cara berpikir wanita-wanita Eropa yang lebih bebas dan maju ketimbang wanita-wanita pribumi kala itu. Dari sanalah timbul keinginannya untuk memajukan para perempuan pribumi yang dinilai masih memiliki tingkat sosial yang rendah.

Karena kondisinya dipingit, tak banyak kegiatan yang bisa dilakukan Kartini di luar rumah.  Namun, bukan berarti dia berdiam diri. Aktivitas surat-menyurat Kartini menjadi senjata perjuangannya. Surat-surat yang ditulisnya lebih banyak berisi keluhan-keluhan tentang kehidupan wanita pribumi khususnya Jawa yang sulit untuk maju.

Salah satunya seperti kebiasaan wanita harus dipingit, tidak bebas menuntut ilmu, dan juga adat yang mengekang kebebasan perempuan. Kartini menginginkan emansipasi, seorang perempuan harus memperoleh kebebasan dan kesetaraan baik dalam kehidupan maupun di mata hukum.

Kartini juga mengungkit isu agama seperti poligami dan alasan mengapa kitab suci harus dihapal dan dibaca tapi tidak perlu dipahami. Bahkan, ada kutipan dari Kartini yang berkata, “Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu.”

Daya nalar Kartini makin matang. Ketika ia menginjak usia 20 tahun, Kartini membaca buku-buku karya Louis Coperus (De Stille Kraacht), Van Eeden, Augusta de Witt, Multatuli (Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta) serta berbagai roman-roman beraliran feminis. Semuanya menggunakan bahasa Belanda.

Tinggal di Jepara membuat Kartini merasa tidak begitu berkembang. Dengan fasilitas yang dimiliki keluarga, ia pun ingin melanjutkan sekolah ke Jakarta atau ke Belanda. Tapi orangtuanya tidak mengizinkannnya meskipun tidak melarangnya untuk menjadi seorang guru.

Kartini pun mengurungkan niatnya dan tetap menjalani hidupnya di Jepara. Pada usia 24 tahun, ia diminta orangtuanya untuk menikah. Kartini menyetujui dan menikah dengan K. R. M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, 12 November 1903. Suaminya adalah Bupati Rembang yang telah memiliki 3 istri.

Meski sudah menjadi istri, Kartini tetap bersemangat ingin menjadi guru dan mendirikan sekolah. Keinginan Kartini disambut baik suaminya. Kartini memperoleh kebebasan dan didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.
Setahun menikah, Kartini dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Namun, empat hari setelah melahirkan, ajal menjemputnya. Kartini meninggal pada 17 September 1904 dalam usia 25 tahun. Ia dimakamkan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Meski sudah meninggal, perjuangan Kartini lewat surat-suratnya memiliki arti penting bagi kedudukan wanita Indonesia. Salah satunya, buku "“Habis Gelap Terbitlah Terang".

Berkat jasanya, R. A. Kartini ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada era pemerintahan Soekarno dengan dasar hukum Keppres No.108 Tahun 1964 yang ditetapkan pada 2 Mei 1964 dan menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. (AC/DN).

KELUARGA
Orang Tua       : Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat
????                 M.A. Ngasirah
Pasangan        : K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
Anak                : Soesalit Djojoadhiningrat
PENDIDIKAN
ELS (Europese Lagere School)

(Red) IT

Angkat Isu Beli Peternakan Belgia, Jaringan Wirausaha Indonesia Pertimbangkan Coret Erick Tohir Dari Salah Satu Capres Favorit 2024



JAKARTA, IT -“Angkat Isu Beli Peternakan Belgia, Jaringan Wirausaha Indonesia Pertimbangkan Coret Erick Tohir Dari Salah Satu Capres  Favorit 2024”, demikian salah satu isu yang di rekomendasi untuk di bahas dalam diskusi persiapan pelaksanaan “Ngaji strategi bisnis III, Resolusi Baru Wirausaha Indonesia, Bersinergi Membangun Ekonomi Indonesia Berkeadilan, Mandiri dan Bermartabat Kamis (21/04/2021) di Cibeber Lebak Banten mendatang, oleh Jaringan Wirausaha Indonesia.
  
Dicky Abiasa salah satu dewan penasehat DPD Jaringan Wirausaha Indonesia, Kabupaten Lebak Banten, dan Penanggungjawab Kegiatan “Ngaji Strategi Bisnis III Jaringan Wirausaha Indonesia di Cibeber, Kabupaten Lebak, Kabupaten Banten, mengatakan,"Dalam “Ngaji Strategi Bisnis III, Resolusi Baru Wirausaha Indonesia, Bersinergi Membangun Ekonomi Indonesia Berkeadilan, Mandiri dan Bermartabat, di Cibeber Lebak Banten mendatang insya Allah Hadir sebagai narasumber Wakil Bupati Lebak Banten, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten lebak, dan Ketua Umum Jaringan Wirausaha Indonesia, Qusyairi Sumbermanggis”, Katanya
  
Dicky Abiasa menambahkan ,"Kegiatan  Ngaji Strategi Bisnis III, Resolusi Baru Wirausaha Indonesia, karena masih dalam masa pandemi hanya di hadiri 50 orang peserta dari Pengurus dan Wirausaha Lebak Banten dengan tetap menggunakan standar kesehatan covid19, dan seluruh biaya Pelaksanaan akan di tanggung Pengurus dan Wirausaha Lebak Banten secara bergotong royong,"Imbuhnya dalam laporanya kepada Ketua Umum Jaringan Wirausaha Indonesia via whatsapp.
 
Sementara Qusyairi Sumber Manggis dalam arahannya kepada Pengurus DPD Jarirngan wirausaha Indonesia Lebak Banten memaparkan, bahwa,"Kegiatan Ngaji Strategi Bisnis yang akan di laksanakan di Cibeber ini , jika Allah SWT Mengijinkan untuk yang ketiga kali, Pertama di Sumbermanggis Banyuwangi Jawa Timur, Februari 2020, kedua di di Jampang Surade Maret 2021 dan yang ketiga di cibeber Lebak Banten  mendatang. Kegiatan Ngaji Strategi Bisnis, Jaringan Wirausaha Indonesia akan terus menggelorakan beberapa isu strategis ekonomi Indonesia. 
-Pertama menumbuh kembangkan semangat wirausaha di seluruh Indonesia, target hingga 10 persen tumbuh wirausaha baru  di seluruh Indonesia untuk bisa menyerap tenaga kerja. 
-Kedua sinergi anggota Jaringan Wirausaha Indonesia, membangun Pertanian berkelanjutan satu juta hektar seluruh Indonesia.
-Ketiga sinergi anggota Jaringan Wirausaha Indonesia, membangun setiap satu hektar pertanian anggota Jaringan Wirausaha Mengelola lima sampai sepuluh ternak sapi atau kambing, dari satu juta hektar seluruh Indonesia.
-Keempat sinergi anggota Jaringan Wirausaha Indonesia, membangun perikanan nelayan seluruh Indonesia, 
-Kemudian kelima sinergi anggota Jaringan Wirausaha Indonesia, membangun kemampuan IT atau Digital Marketing, sehingga hingga setiap anggota Jaringan Wiarausaha Indonesia familiar menggukan Digital Marketing untuk bisa memasarkan produk bisnis secara jaringan dan mandiri, bukan harga di tentukan oleh pasar, melainkan harga ditentukan berdasarkan perhitungan biaya produksi”, Paparnya

“Apapun latar belakang, mau mantan Jenderal  TNI, mantan Jenderal Polisi, Pengusaha, Politisi, tokoh agamawan bahkan Tukang Kayu sekalipun jika sudah di amanahi jadi pejabat atau Pemimpin Nasional harus buang jauh-jauh visi bisnis, visi pribadi, visi kelompok, visi partai bahkan visi agama tertentu sekalipun, Harus selalu dan terus menerus di bangun visi kebangsaaan,Visi nasional,Visi keindonesiaan, sehingga bisa bersinergi membangun keadilan ekonomi yang mandiri dan bermartabat”.
 
“Malu pada Pendiri Bangsa, negara sebesar Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 265.000.000 jiwa, kebutuhan daging di cukupi oleh Negara dengan penduduk hanya belasan juta, Belgia kan pendudukanya hanya belasan juta. Itu ide frustasi Saya tidak yakin itu ide murni Pak Erick Tohir, jika itu benar Coret Erick Tohir Dari Salah Satu Capres  Favorit 2024, versi Jaringan Wirauaha Indonesia”, Pungkas Qusyairi Sumbermanggis yang juga Ketua Ranting NU Sumbermanggis 2000-2005, mengakhiri arahanya kepada Pengurus DPD Jaringan Wirausaha Indonesia, Lebak Banten. 

(Tim/Red) IT

Dinilai Menghianati Sejarah, Dewan Pers Indonesia : Perlukah Mandat Penguatan Peran Dewan Pers Dicabut ?



Siaran Pers Dewan Pers Indonesia : 

Beragam komentar dan pendapat  di berbagai grup aplikasi Whatsapp memenuhi kolom komentar di grup WA wartawan se Indonesia terkait pelaksanaan pelatihan asesor kompetensi yang diselenggarakan LSP Pers Indonesia di Jakarta baru-baru ini. Judul berita menjadi topik hangat yang dibicarakan. Ini menunjukan bahwa dinamika dalam mejalankan profesi itu sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan wartawan. 
 
Tidak bisa dipungkiri bahwa ada kecenderungan terjadi polarisasi dalam kehidupan pers di Indonesia. Ada kubu yang dipotret abal-abal dan kubu yang dipotret sebagai wartawan profesional dan kompeten. Situasi dan kondisi ini terus bergulir sejak tiga tahun terakhir ini. Dan memuncak pada pelaksanaan pelatihan asesor kompetensi yang diikuti puluhan wartawan dari kelompok yang dianggap abal-abal. 

Kelompok ini berusaha membuktikan bahwa potret abal-abal yang disematkan selama ini justeru menjadi peluang dan tantangan untuk membenahi kehidupan pers Indonesia ke arah yang lebih baik. Beberapa wartawan dari kelompok yang dilabel profesional pun ikut juga diajak menjadi peserta pelatihan ini. Bahkan salah satu pesertanya merupakan penguji kompetensi yang berasal dari Dewan Pers. Sebagian dari peserta pelatihan asesor ini memegang sertifikat Kompetensi Wartawan Utama versi Dewan Pers.
 
Hal ini cukup membuktikan bahwa praktek sertifikasi kompetensi bidang wartawan yang dilaksanakan selama ini oleh kelompok yang diangap profesional ternyata melanggar aturan perundang-undangan dan berimplikasi pidana. Penegasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menjawab persoalan bahwa domain sertifikasi kompetensi ada pada Pendidikan Tinggi berlisensi dan Badan Nasional Sertifkasi Profesi. Dua lembaga ini yang diberi kewenangan sesuai Undang-Undang tersebut di atas.
 
Pada pasal 44 UU Pendidikan Tinggi bahkan secara tegas menyebutkan : “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi.” Artinya aturan ini belaku di seluruh Indonesia bagi semua orang, semua organisasi, dan semua penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi. Hukuman atas pelanggaran pasal ini pun tidaklah main-main sebagaimana diatur pada Pasal 93 Undang-Undang ini yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
 
Terlepas dari semua itu, kita menengok sedikit ke belakang, bahwa Indonesia pernah melewati sejarah kelam kemerdekaan pers. Dewan Pers dan terutama Departemen Penerangan RI yang dianggap membelenggu kemerdekaan pers di era Orde Baru akhirnya tumbang dan dibubarkan. Tidak ada lagi Depen RI dan Dewan Pers menyusul Undang-Undang pokok Pers era Orde Baru dinyatakan tidak berlaku.
 
Draft Undang-Undang Pers  tahun 1999 kemudian dipersiapkan oleh para pejuang kemerdekaan pers bersama-sama dengan puluhan pimpinan organisasi-organisasi pers, termasuk Ketua Umum SPRI ketika itu dijabat Lexy Rumengan.
 
Dalam draft asli UU Pers Tahun 1999 itu tadinya tidak ada yang mengatur tentang Dewan Pers. Menurut pengakuan dua saksi sejarah yang masih hidup, Lexy Rumengan, yang kini berdomisili di Amerika Serikat, dan Hans Kawengian (Ketua Umum KOWAPPI) bahwa saat pembahasan draft UU Pers tersebut berlangsung, Jacob Utama selaku tokoh pers senior, mengusulkan pasal tentang Dewan Pers disisip di tengah-tengah Undang-Undang dengan tujuan agar ada wadah yang bisa mempersatukan seluruh organisasi pers dalam melindungi kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
 
Usulan itu menurut Kawengian dan Rumengan, sempat mendapat penolakan dari beberapa pimpinan organisasi pers karena trauma dengan masa lalu. Namun karena lobi-lobi yang dilakukan Jacob Utama akhirnya berhasil membuat seluruh peserta menyetujui pasal tentang Dewan Pers dimasukan dalam UU Pers, namun tidak dicantumkan pada Ketentuan Umum Pasal 1 lalu disisip di tengah-tengah Undang-Undang  yakni di pasal 15 agar tidak dominan jika ditempatkan di pasal 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Pers.
 
Setelah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ini disahkan, Dewan Pers yang kemudian terbentuk, lebih banyak diam dan tidak berfungsi. Organisasi-organisasi pers begitu merdeka dan dominan menjalankan aktifitas pegembangan kemerdekaan pers dan peningkatan kualitas pers nasional secara mandiri dan bertanggung-jawab.
 
Situasi itu kemudian berubah, ketika pada tahun 2006 Dewan Pers membujuk dan mengajak puluhan pimpinan organisasi pers untuk berkumpul dan membahas konsep tentang penguatan terhadap kelembagaan Dewan Pers melalui kegiatan Lokakarya pada tanggal 13 Agustus 2003 di Jakarta. 

Dan pada akhirnya 29 pimpinan organisasi pers membuat pernyataan dan sepakat memberi “hadiah” mandat penguatan kelembagaan terhadap Dewan Pers karena menganggap perlindungan terhadap profesinya bisa ikut terjamin dengan adanya penguatan peran Dewan Pers.  Sesudah itu terbitlah Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 05/SK-DP/111/2006 tentang Penguatan Peran Dewan Pers.

Namun sayangnya penerapan atau implementasi dari penguatan kelembagaan Dewan Pers ini salah diterjemahkan oleh pengurus Dewan Pers di tahun-tahun berikutnya. Bahkan ketentuan yang disepakati justeru tidak dilaksanakan secara menyuluruh oleh Dewan Pers hingga saat ini. 

Ada beberapa poin penting dalam isi penguatan kelembagaan Dewan Pers ini justeru dilanggar oleh Dewan Pers. Salah satunya adalah pada poin ke 10, Dewan Pers perlu terus mendorong berlakunya pasal-pasal yang mendukung dekriminalisasi terhadap karya jurnalistik atau tidak menganggap pelanggaran hukum dalam karya jurnalistik sebagai kejahatan.  

Pada poin ke 10 huruf d, diatur tentang penerapan sanksi perdata terhadap karya jurnalistik dan hendaknya berupa denda proporsional yang tidak menyulitkan kehidupan pihak pembayar atau membangkrutkan perusahaan yang harus membayar denda, karena putusan hukum yang berakibat demikian serupa dengan putusan politik berupa pembredelan terhadap media pers. Sayangnya poin yang mengatur tentang perlindungan terhadap karya jurnalistik ini tidak dijalankan sesuai mandat dan amanah yang diberikan kepada Dewan Pers.
 
Contoh kasus yang menghebohkan jagad pers tanah air, Muhamad Yusuf yang bekerja di media Kemajuan Rakyat dan Sinar Pagi Baru, dikriminalisasi akibat berita yang ditulisnya tentang rakyat yang terzolimi oleh perlakuan perusahaan, justeru direkomendasi Dewan Pers untuk diproses dengan ketentuan hukum lain di luar UU Pers. Almarhum Yusuf pun dikriminalisasi dan ditahan, dan akhirnya tewas dalam tahanan. Dia harus menerima nasib sebagai wartawan yang berita kontrol sosialnya direkomendasi Dewan Pers sebagai “kejahatan” dan layak diteruskan dengan hukum di luar Undang-Undang Pers.
 
Pengingkaran terhadap kesepakatan penguatan peran Dewan Pers juga adalah mengenai pembentukan Perwakilan Dewan Pers di berbagai daerah sebagaiamana diatur dalam poin ke 2. Sampai sekarang nyaris tidak ada perwakilan Dewan Pers di daerah yang terbentuk.

Kondisi ini yang menyebabkan semua pihak yang merasa dirugikan atau keberatan atas pemberitaan di media akan lebih memilih melaporkan wartawan atau media ke pihak Polisi jika ada sengketa pers, bukannya ke Dewan Pers. 

Hal itu disebabkan akses untuk melaporkan sengketa pers di daerah tidak ada. Karena keberadaan Dewan Pers hanya ada di Jakarta. Pos pegaduan di daerah tidak ada sama sekali. Akibatnya, kriminalisasi pers makin marak terjadi selang kurun waktu 3 tahun terakhir ini.
 
Yang lebih aneh lagi, Dewan Pers membuat peraturan tentang Standar Organisasi Pers dan kemudian menentukan sendiri konstituen organsiasi yang dianggap sesuai standar Organisasi Pers yang dibuatnya. 

Organisasi-organisasi pers yang dulunya memberi mandat penguatan peran Dewan Pers tidak diakui sebagai konstituen secara sepihak oleh Dewan Pers. Padahal, tanggung-jawab Dewan Pers untuk melakukan asistensi dan pembinaan agar organisasi pers sesuai standar yang ditetapkan bersama.
 
Fakta ini telah menjadi sejarah kelam bahwa organisasi-organisasi pers yang memberi mandat kepada Dewan Pers untuk penguatan peran Dewan Pers justeru dikhianati.
 
Pola penerapan kebijakan Dewan Pers pun terhadap media-media yang marak bermunculan di seluruh penjuru tanah air hampir sama. Ketika kebijakan Standar Perusahaan Pers diterbitkan, perusahaan pers disuruh mendaftar dan diverifikasi. Lalu yang tidak punya modal untuk mendaftarkan perusahaanya ke Dewan Pers di Jakarta kemudian dilabeli atau dipotret sebagai perusahaan media abal-abal dan didirikan untuk tujuan memeras. 

Tanggung jawab Dewan Pers untuk melakukan pembinaan terhadap kehidupan pers nasional tidak terjadi pada kondisi ini. Dewan Pers malah sibuk memotret media yang belum diverifikasi sebagai media abal-abal. 

Trik ini untuk menekan media agar berbondong-bondong mendaftarkan medianya masing-masing demi selembar pengakuan sebagai media terverifikasi kendati amanat UU Pers bentuknya adalah hanya mendata perusahaan pers. 

Tapi terjemahannya adalah memverifikasi perusahaan pers. Itu (verifikasi perusahaan pers) menjadi identik dengan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers atau SIUPP di era Orde Baru. 

Sejarah kelam kemerdekaan pers itu seolah lahir kembali menjelma menjadi bentuk surat bukti Verifikasi Perusahaan Pers.  Undang-Undang Pers tahun 1999 lahir dengan nafas kebebasan pers agar perusahaan pers bebas didirikan tanpa ada persyaratan tambahan, selain syarat Berbadan Hukum Indonesia. Itu sejarahnya dan kehendak pelaku sejarah kemerdekaan pers yang berhasil menyederhanakan pendirian perusahaan pers dari trauma SIUPP masalah lalu.
  
Bahwa memang diakui, penyalahgunaan profesi wartawan dan penyalahgunaan media dengan tujuan memeras atau meneror seseorang terus terjadi di berbagai daerah. Penulis sepakat hal itu tidak boleh terjadi dan harus dihentikan.
 
Kemudahan mendirikan perusahaan pers adalah hadiah yang diwariskan pejuang kemerdekaan pers, namun menjadi tanggung jawab kita sekarang ini dalam pelaksananya. Peningkatan kualitas media harus menjadi tanggung jawab semua pihak, yakni wartawan, perusahaan pers, dan terutama organisasi pers dan Dewan Pers. Semua wartawan pasti sepakat bahwa pemerasan dan teror terhadap siapapun menggunakan nama media dan profesi wartawan adalah perbuatan pidana dan tidak terpuji, serta melanggar kode etik jurnalistik.
 
Nah, persoalan lain yakni verifikasi perusahaan pers. Awal mulanya tujuan verifikasi perusahaan pers adalah untuk pendataan dan peningkatan kualitas media. Namun faktanya, implementasinya sudah bergeser menjadi dokumen persyaratan sebagai bukti legalitas perusahaan pers. 

Penerapan kebutuhan verifikasi perusahaan pers bukan bertujuan untuk peningkatan kualitas media, namun lebih pada azas legalitas yang menyerupai perijinan, atau yang tidak mengantonginya akan diangap tidak layak beroperasi. 

Faktanya, banyak sekali media terverifikasi DP masih terseok-seok melanjutkan operasionalnya. Bahkan hampir seluruh media di Indonesia, di luar media mainstream, hidup segan mati tak mau. 

Media terverifikasi Dewan Pers sekalipun tidak menjamin kualitas dan kehidupan medianya diperjuangkan oleh Dewan Pers. 

Pertanyaannya, apakah Dewan Pers menjalankan tugas “Mengembangkan Kemerdekaan Pers” dan “Meningkatkan Kehidupan Pers Nasional” atau hanya sibuk dengan membuat peraturan dan melaksanakan  kegiatan rutin yang tidak bermanfaat secara langsung bagi kehidupan pers nasional ?
  
Kenyataannya, selama Dewan Pers dibentuk kembali pada tahun 1999, perusahaan media harus berjibaku sendiri melaksanakaan upaya meningkatkan kehidupan pers nasional. Belanja iklan nasional yang mencapai seratus triliunan rupiah lebih setiap tahun dibiarkan saja oleh Dewan Pers untuk dinikmati hanya oleh segelintir konglomerat media.
 
Dewan Pers justeru sibuk membuat aturan legalisasi kerja sama media dengan pemerintah daerah dengan Surat Edarannya yang ditujukan kepada pemerintah agar kerja sama media dengan pemerintah harus media yang terverifikasi Dewan Pers. Tidak sedikitpun menyentuh upaya belanja iklan nasional ikut dinikmati media lokal yang jumlahnya mencapai puluhah ribu.
 
Dewan Pers bukannya sibuk mencari solusi agar belanja iklan bisa terserap atau terdistribusi ke daerah-daerah, justeru disibukan dengan menjalankan propaganda negatif terhadap media-media yang belum terverifikasi sebagai media abal-abal dan tidak layak bekerja sama dengan pemerintah. 

Tak heran, Kementrian Kominfo dengan leluasanya membuat petunjuk tekhnis bagi Dinas Kominfo se Indonesia agar pemerintah daerah menetapkan salah satu persyaratan kerja sama dengan media wajib perusahaannya terverifikasi Dewan Pers. 

Kondisi ini sesungguhnya memalukan dan merusak fungsi sosial kontrol pers terhadap pemerintah. Dewan Pers dan Kemenkominfo telah dengan sadar dan terang benderang melegalkan media ‘menjual’ idealismenya dengan menetapkan kebijakan yang dianggap sah melalui keberlakuan Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers dalam persyaratan kerja sama media dengan Pemda. Ironis, tapi ini fakta bukan hoax. 

Media lokal terjebak dalam kondisi ini karena tawaran belanja iklan tidak ada. Tidak ada pilihan lain selain “maaf” menjual idealisme pers dengan mengikat kontrak kerja sama dengan pemerintah demi melanjutkan operasional media.
 
Dewan Pers seharusnya wajib menjaga independensi media dan wartawan agar tidak terkontaminasi kepentingan pemerintah. Caranya dengan memperjuangkan sumber pemasukan media dari belanja iklan nasional terdsitribusi ke seluruh daerah. 

Pada kenyataannya lebih dari 100 triliun rupiah belanja iklan nasional setiap tahun tidak ikut dinikmari media lokal dan hanya dikuasai oleh segelintir konglomerat media yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh jari tangan manusia.
 
Pada poin ke 5 penguatan peran Dewan Pers , salah satunya diatur tentang standar gaji wartawan dan karyawan pers. Sayangnya, sampai sekarang tidak ada penetapannya dari Dewan Pers berapa standar gaji yang benar dan layak bagi wartawan. 

Wartawan media mainstream sekalipun terbukti digaji pas-pasan tapi Dewan Pers tidak melakukan apa-apa. Padahal di dalam Pasal 9 UU Pers mengatur kewajiban perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
 
Pada prakteknya, masih ada wartawan yang bekerja di media nasional yang penggajiannya berdasarkan jumlah berita yang naik tayang di medianya. Dan fakta umum yang terjadi adalah hampir sebagian besar media lokal tidak menggaji wartawannya. Apakah ada upaya Dewan Pers mengatasi persoalan-persoalan di atas sebagai langkah mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional ? 

Inilah fakta-fakta sesungguhnya bahwa Dewan Pers telah gagal meralisasikan mandat dan amanat serta fungsi yang diberikan oleh ke 29 Organisasi Pers pada tahun 2006 lalu untuk penguatan peran Dewan Pers.
 
Bisa saja seluruh organisasi pers yang berbadan hukum di Indonesia, baik yang menjadi pelaku pemberi mandat penguatan kepada Dewan Pers, maupun organisasi pers yang ada sekarang dan berbadan hukum, mencabut mandat Penguatan Terhadap Peran Dewan Pers. Namun solusinya bukan seperti itu.

Sebagai wartawan yang memiliki pengalaman dari tingkat paling bawah yaitu reporter, penulis melihat kehidupan pers nasional tidak menuju pada peningkatan sejak Undang-Undang Pers tahun 1999 diberlakukan.

Kemerdekaan Pers Indonesia makin terpuruk. Indeks kemerdekaan pers menurut lembaga riset internasional Reporter Without Borders, bahkan pernah menempatkan Indonesia berada pada level bawah.
  
Media nasional nyaris tak terlihat dalam melakukan sosial kontrol sampai pada kehidapan masyarakat di level bawah. Potret kemiskinan rakyat di berbagai daerah masih terjadi namun media seolah diam membisu. 

Pemandangan warga hidup di atas gerobak dan di emperan toko, serta di kolong-kolong jembatan masih terjadi di mana-mana. Padahal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Media mainstream hanya sibuk dengan konten berita politik pemerintahan yang itu-itu saja.
 
Informasi tentang pengentasan kemiskinan nyaris tak tersetuh karena tidak menarik dibaca dan ditonton. Negara kaya raya tapi masih banyak rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Negara abai tapi pers diam saja. Fakir miskin dan anak-anak terlantar belum seluruhnya dipelihara oleh negara. 

Pola pengentasan masalah di negara ini pun bak pemadam kebakaran. Ketika ramai diberitakan media, barulah pemerintah turun tangan menangani masalahnya. 

Presiden Joko Widodo seolah bekerja sendirian dalam mengatasi persoalan di masyarakat. Media tidak memberi informasi yang konkrit di level paling bawah agar penguasa jadi tahu penyelesaiannya di level atas. Padahal rakyat kecil paling butuh nasibnya diekspos agar dilirik pemerintah dan pemangku kepentingan.
 
Kembali pada persoalan sertifikasi kompetensi yang informasinya bergulir hangat dua hari terakhir ini. Muncul tangapan dan reaksi Dewan Pers, yang bagi penulis sesungguhnya itu menjadi harapan baru bagi masa depan kompetensi wartawan nasional. Intinya Dewan Pers sudah sepakat pelaksanaan sertifikasi kompetensi diletakan pada jalur yang benar yakni melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Ada hal yang menarik disimak dari klarifikasi Ketua Dewan Pers Muh. Nuh bahwa pengajuan lisensi LSP ke BNSP harus ada rekomendasi dari Dewan Pers.
 
Di satu sisi informasi ini merupakan angin segar bagi pers tanah air bahwa Ketua Dewan Pers Moh. Nuh sudah mengakui bahwa pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi wajib melalui LSP berlisensi BNSP dan memperoleh Rekomendasi dari Dewan Pers.

Keterangan itu pun harus diuji beradasarkan peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi menyangkut syarat pendirian LSP dan konfirmasi langsung ke Ketua BNSP. Sampai hari ini belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Ketua BNSP kepada publik terkait persyaratan LSP di bidang pers.
 
Dari sistem sertifikasi kompetensi nasional yang berlaku selama ini mengacu pada PP Nomor 10 Tahun 2018 tentang BNSP. Jadi aturan dan perangkat hukumnya jelas.
 
Apapun keputusan pemerintah wajib hukumnya bagi semua LSP termasuk LSP Pers Indonesia mentaatinya.
 
Dewan Pers sebagai lembaga independen sebaiknya legowo menerima masukan dan terbuka menerima kenyataan jika melakukan kekeliruan. Tidak perlu marah atau malu. Kelompok pers yang dilabeli abal-abal pun selama ini tetap menjalankan aktifitas meski dipotret abal-abal. 
 
Nah jika sekarang label abal-abal itu berusaha dilepas, maka kepentingan Dewan Pers sebagai lembaga independen yang didirkan untuk tujuan mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional harusnya berterima kasih bukannya kebakaran jenggot. 

Tujuan utama dari pendirian LSP Pers Indonesia adalah untuk meletakan pelaksanaan sertifikasi kompetensi wartawan pada jalur yang benar agar tidak melanggar undang-undang dan berpotensi dipidana. 

Publik akan menilai kenegarawan seorang Muhammad Nuh pada persoalan ini. Situasi ini menjadi ujian bagi Muh Nuh dan para anggota Dewan Pers, apakah kompeten sebagai Anggota Dewan Pers atau tidak. Jika ada kelompok yang selama ini dituding abal-abal dan kemudian membuktikan bahwa apa yang dituduhkan selama ini tidak benar dan justeru membuka mata semua pihak yang selama ini mempraktekan sesuatu yang bertentangan dengan Undang-Undang dan melangar hukum,  perlukah dilawan dengan cara-cara yang melanggar kode etik jurnalistik ? 

Pada prinsipnya penulis pernah melewati menjadi reporter yang gajinya pas-pasan, sampai berada pada posisi tertinggi di keredaksian yakni pimpinan redaksi di sebuah harian lokal dan televisi lokal. Lahir dan besar dari keluarga wartawan, menjadi kebanggaan tersendiri.
 
Penulis membuat gerakan kemerdekaan pers di Jakarta bersama sejumlah pimpinan organisasi pers, kemudian membentuk Dewan Pers Indonesia sebagai wujud implementasi upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan peningkatan kehidupan pers nasional.
 
Dewan Pers Indonesia berusaha mengisi kekosongan yang ada dengan membentuk Dewan Pers Indonesia Perwakilan Provinsi dengan tujuan agar semua pengaduan masyarakat terkait sengketa pers bisa dilayani di tingkat daerah namun masih terganjal aturan dan sistem.
 
Selanjutnya, pendataan media terhadap perusahaan pers yang dilakukan Dewan Pers Indonesia bertujuan untuk mempermudah warga negara Indonesia mendirikan media.
 
Untuk meningkatkan kehidupan pers nasional atau peningkatan kesejahteraan pers, Dewan Pers Indonesia berusaha menyusun Draft APBD tentang belanja iklan nasional agar terdistribusi hingga ke daerah-daerah. 

Dan dengan cara ini media lokal akan sejahtera dan kerja sama media dengan pemerintah daerah tidak perlu lagi dilakukan demi menjaga indpendensi pers. Jika perusahaan pers bisa mendapatkan porsi belanja iklan maka diyakini wartawan makin sejahtera dan independen.
 
Sumatera Utara menjadi target pertama pembahsan ranperda belanja iklan ini karena Ketua DPRD dan pemeritah setempat memahami potensi ini.
 
Pilihan dan upaya ini yang sedang dilakukan DPI karena Dewan Pers tidak mampu menjalankan peran itu.
 
Bicara kemerdekaan pers jika tidak dibarengi dengan upaya menciptakan pendapatan perusahaan maka semua pasti akan sia-sia. Income perusahaan media sudah pasti sebagian besar diperoleh dari jasa menyediakan sarana promosi produk melalui iklan di media. Hal inilah yang harus diperjuangkan.

Bukannya DP sibuk urusin kerja sama pemerintah dengan media yang nilainya sangat kecil sekali dan idealisme pers jadi taruhan.
 
Dampak rendahnya kesejahteraan wartawan dari segi kompetensi, misalnya wartawan dengan modal 3 buah sertifikat kompetensi sekalipun jika tidak sejahtera, maka pada gilirannya akan ikut menerima amplop saat menjalankan profesinya. Jika kompetensi seseorang turut dipengaruhi tingkat kesejahteraan maka tidak bisa tidak, upaya tersebut harus diperjuangkan.
 
Apalah arti semua wartawan di UKW jika tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan atau kemampuan finasial media dan wartawan, maka ukuran kompetensi wartawannya menjadi tidak berkompeten. 

Fakta ril di lapangan ada ratusan wartawan, dan mungkin ada ribuan, yang bersertifikat UKW tapi tidak menerima gaji dari media tempatnya bekerja. 

Dewan Pers harus mampu menjelskan ke publik tentang jaminan kompetensinya apakah bisa terlaksana di lapangan jika kondisi kesejahteraan wartawan dan media masih seperti ini.

Jakarta, 21 April 2021

Oleh : (Heintje Mandagie) Ketua Dewan Pers Indonesia / IT

Rabu, 21 April 2021

Dandim 0311/Pessel Mengikuti Rakor Lintas Sektorial Melalui Sarana Vidio Conference Di Polres Pessel



PESSEL, IT - Komandan Kodim 0311/Letkol Inf Gamma Arthadilla Sakti mengikuti Rakor Lintas Sektorial dalam rangka mempersiapkan pengamanan Idil Fitri di Masa Pandemi Covid -19 di Aula Polres Pesisir Selatan. Rabu (21/04/2021).

Hadir dalam kegiatan Rakor Lintas Sektorial dalam rangka mempersiapkan pengamanan Idul Fitri, Kapolres Pesisir Selatan AKBP Sri Wibowo, Dandim 0311/Pessel Letkol Inf Gamma Arthadilla Sakti, Bupati Pessel di wakili Asisten II Bapak Hamdi, Pengadilan Negeri Painan Muhammad Fauzan beserta kepala OPD Terkait Kabupaten Pesisir Selatan.

Dalam arahan Kapolri secara lansung lewat Vidio Conference  Terkait Penyebaran Covid - 19 , Mengatakan  Polri di Bantukan TNI ber Sinergi melakukan penertiban terhadap Masyaraktat untuk Memetuhi Protokol Kesehatan dan memberi ketegasan serta penjelasan kepada masyarakat supaya masyarakat mengerti dalam mematuhi nya

Disamping itu Untuk Menutup dan memutus Rantai Penyularan Covid 19, Kapolri  menyampaikan kepada petugas Keamanan Idil Fitri  bahwa Pada tanggal 6  sampai 17 April akan di adakan  larangan  untuk  Mudik.
 
Selalu Antisipasi para pemudik yang Nakal, menge Cek  Transportasi Umum, memeriksa Surat dan kelengkapan Administrasi Kendaraan serta mengamankan Jalur Tikus selama 24 jam dengan tetap mematuhi Prokes serta  memantau keadaan situasi kunjungan di tempat tempat wisata agar di lakukan penyekatan dengan sebaik-baiknya "  

Di Samping Itu Dalam Arahan Panglima TNI mengatakan BahwaTNI Ikut  membantu Polri dalam Pengaman Idul Fitri di Masa Pandemi Covid 19 tahun 2021. TNI- Polri dan Pemda Serta Organisasi Lainnya harus bekerja Sama dalam rangka Pengamanan Mudik dan menerapkan Prokes serta ingatkan Sanak Saudara teman dan tetangga Kurangi kegiatan di Zona merah.

Selesai Rakor Lintas Sektorial Dandim 0311 /Pessel mengatakan Pengamanan pada saat idul Fitri harus lebih di tingkatkan dengan tetap melaksankan protokol kesehatan Covid-19, dan beribadah sesuai dengan ketentuan dalam upaya memutus rantai penyebaran Virus Covid-19.

(Brt) IT

Sumber : (Pendim 0311/ Pessel)

Panglima TNI dan Kapolri Tinjau Langsung Pelaksanaan Vaksinasi Massal "Drive Thru" di Bali



JAKARTA , IT- Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau langsung pelaksanaan vaksinasi massal di Bali. Peninjauan itu dilakukan di GOR Kepaon Kodam Udayana dan Mall Bali Galeria, Rabu (21/4/2021).

Vaksinasi massal tersebut dilakukan kepada beberapa lapisan elemen masyarakat. Diantaranya, pelaku pariwisata, driver ojek online, dan masyarakat sekitar. Mereka juga meninjau pelaksanaan vaksin massal secara Drive Thru yang digelar di Mall Bali Galeria. Ditempat ini jumlah warga yang divaksin sebanyak 450 orang.
 
Kapolri Sigit mengungkapkan, dengan dilakukannya vaksinasi massal tersebut, diharapkan terciptanya kekebalan kelompok atau Herd Immunity dari virus corona atau Covid-19.

"Dengan dilakukan vaksinasi masal akan menumbuhkan Herd Immunity," kata Sigit dalam tinjauannya. 

Sigit berharap, vaksinasi massal ini juga diharapkan bisa membangkitkan sektor pariwisata yang menjadi Leading Sektor di Pulau Dewata tersebut. Sehingga, perekonomian masyarakat kembali meningkat.

"Dengan disuntik vaksin secara masal maka diharapkan perekonomian akan meningkat wisatawan akan datang ke Bali dan kesehatan masyarakat akan mempunyai Herd Immunity," ujar Sigit.

Kesempatan yang sama, Panglima TNI Marsekal Hadi menyebut bahwa, vaksinasi massal di Bali dilakukan sebanyak 1.789 orang dari berbagai lintas sektoral.

Hadi menegaskan, meskipun dilaksanakannya vaksin terhadap ribuan orang, diharapkan masyarakat tetap melakukan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah.
 
"Walaupun sudah di vaksin agar tetap pakai masker, cuci tangan," kata Hadi di kesempatan yang sama.

(Edy) IT

Obrolan Ringan Tentang Bisnis Media, BJB Siap Support Dan Kerjasama Dengan SMSI Bekasi Raya



BEKASI, IT - Bisnis media di era disrupsi 4.0 adalah bisnis yang susah-susah gampang. Susah karena pertumbuhannya yang masif dan banyak saingan, gampang karena teknologi informasi sudah menjadi konsumsi umum. Tinggal membangun server, dan atau cukup membuat domain website untuk portal media online lalu menyampaikan informasi yang hangat di masyarakat lalu menjaring kerjasama iklan dan advetorial. Modalnya cukup kuota internet dan ponsel.
 
Dalam upaya mendorong peningkatan usaha pengelolaan media siber di wilayah Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, SMSI Bekasi Raya takmhenti-hentinya membuka jejaring kerjasama media terhadapepelaku usaha, salah satunya Bank Jabar Banten (BJB) Kabupaten Bekasi.

"Langkah ini merupakan bagian dari wujud komitmen kita untuk mewujudkan perusahaan media siber yang sehat dan profesional di Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Strateginya membangun hubungan kerjasama media," ungkap Ketua SMSI Bekasi Raya, Doni Ardon dalam bincang-bincang santai dengan Kepala BJB cabang Kabupaten Bekasi, Adie Arief Wibawa dan Manajernya di Rumah makan Mang Kabayan Jababeka, Kabupaten Bekasi, Rabu (21/04/2021) malam.

Ditemani bendahara SMSI Bekasi Raya, Anwar Soleh, CEO PT Media Informa Indonesia itu berharap adanya kerjasama antar perusahaan pers anggota SMSI terhadap BJB.

"Serupa dengan diskusi-diskusi yang kita lakukan sebelumnya, bincang kali ini bertujuan membangun kerjasama media," terang Doni Ardon.

Gayung bersambut, Kepala BJB cabang Kabupaten Bekasi, Adie Arief Wibawa mengaku senang dapat menjalin kerjasama terhadap SMSI.

"Kita siap mensupport kegiatan SMSI dan menjalin kerjasama yang positif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membangun Kabupaten Bekasi," ungkap Kepala BJB cabang Kabupaten Bekasi, Adie Arief Wibawa.
 
Diakuinya media juga dapat berkontribusi terhadap pembangunan. Salah satunya seperti yang sudah dilakukan SMSI Bekasi Raya melalui agenda pembangunan Kabupaten Bekasi bagian utara. 
"Bentuk kerjasamanya sesuai momentum dan tentunya saling memberikan manfaat" kata Adie Arief Wibawa.

Bincang bisnis selama 4 jam lebih itu berjalan serius tapi santai.

Ditemani sajian khas berbuka puasa, berupa Kurma, teh manis, tahu goreng dan Kolak, diskusi SMSI Bekasi Raya dengan BJB Kabupaten Bekasi menjadi lebih bermakna. 

(*) IT


POSTINGAN TER-UPDATE

Perkuat Peran Strategis, Peluncuran Buku 'Road to Rotterdam' Sebagai Salah Satu Special Mission Vehicle Kolaborasi LPEI Dan KBRI Den Haag

JAKARTA, IT – Indonesia Eximbank/Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai salah satu Special Mission Vehicle (SMV) di bawah Kement...

Postingan Populer


NASIONAL


DAERAH